Selasa, 03 September 2019

Siapkan Fisik dan Mental Saat Membawa Balita Dalam Perjalanan Jauh.



Traveling adalah kegiatan yang sangat menyenangkan, terlebih berangkat dengan keluarga yang sangat kita cintai. Kegiatan ini biasanya akan dilakukan di waktu senggang atau masa libur sekolah anak-anak, atau setelah mulai jenuh dan penat dengan segala rutinitas dan pekerjaan kantor yang membosankan. Setelah mulai terasa ada gejala-gejala yang membuat sumpek di tempat kerja, akhirnya muncul rencana untuk berlibur bersama keluarga. Namun, traveling dengan membawa anak-anak balita tentunya lumayan repot juga loh!

Ini adalah pengalaman saya beberapa tahun yang lalu, saat anak-anak saya, yang sulung berusia dua setengah tahun dan sang adik berusia tiga bulan. Sebetulnya perjalanan ini bukanlah untuk berlibur, tetapi lebih tepatnya perjalanan mudik lebaran ke kampung halaman suami di Sulawesi Selatan. Waktu itu tahun 2000 an. Kami menumpang kapal laut dari pelabuhan Benoa Bali, dengan beberapa kali transit. Dari pelabuhan Benoa Bali, transit pertama di pelabuhan Lembar Lombok. Transit kedua di pelabuhan Bima, dan yang terakhir di Labuhan Bajo Nusa Tenggara Timur. Setelah itu langsung menuju pelabuhan di Makassar. Perjalanan dengan menumpang kapal laut memang sarana yang paling diminati kala itu. Selain ongkosnya murah, menikmati perjalanan dengan kapal laut amatlah menyenangkan. Serasa sedang menumpang kapal pesiar, hehehe anggaplah begitu.

Kapal penumpang Tilong Kabila waktu itu, lumayan penuh sesak. Libur lebaran pikir saya. Atas segala upaya suami yang cekatan, akhirnya kami bisa mendapatkan tempat dengan posisi dekat pintu keluar dan di samping jendela kapal. Tiket kami memang bukan tiket kelas bisnis atau eksekutif. Kami membeli tiket kelas ekonomi, maklum suami masih calon Pegawai Negeri Sipil dan belum ada pengangkatan, dengan gaji yang masih 60 persen dari gaji yang sangat minim sekali. Impian naik pesawat adalah hal yang sangat mewah untuk golongan kami waktu itu dan sudah pasti uangnya tidak mencukupi.

Penumpang di Dek, begitu orang menyebutnya, yaitu terdiri dari beberapa barak untuk setiap bloknya. Dalam satu barak diisi oleh delapan orang, itu yang seharusnya. Tapi saat itu kapasitas barak lebih dari sepuluh orang. Setiap satu orang penumpang dewasa mendapat satu matras ukuran kurang lebih 60 centi. Sedangkan anak-anak balita diikut-sertakan dengan orang tuanya, padahal anak-anak pun membayar tiket masuk. Kami hanya mendapat tiga matras sesuai tiket, karena anak yang kecil masih dalam gendongan saya. Karena kurangnya pengalaman, dan merupakan perjalanan pertama kalinya pulang kampung dengan membawa serta anak-anak balita, tentunya kurang persiapan yang maksimal dan terus terang semua itu amatlah merepotkan dan sudah pasti melelahkan.

Kapal bertolak dari pelabuhan Benoa Bali pukul lima sore hari. Ombak mulai terasa besar saat memasuki pulau lombok. Anak saya yang sulung masih bermain-main di atas matrasnya dengan penumpang di sebelahnya, barak diisi oleh sepuluh orang belum yang hanya ikut-ikut duduk karena tak kebagian tempat. Rasa pusing dan mual mulai saya rasakan, lama lama kian hebat, untungnya si kecil selalu dalam pelukan saya dan sedang saya susui. Tapi lama-lama saya tak berdaya dengan kondisi seperti itu.
Akhirnya mual tak tertahankan, saya pun muntah-muntah. Pusing sudah tak bisa saya kuasai. Saya  mabuk laut cukup hebat. Pikiran tak karuan, ingin rasanya kembali dan tak meneruskan perjalanan, tapi mustahil. Terbayang dua hari kedepan baru akan sampai di pelabuhan Soekarno Hatta Makassar. Duh betapa tersiksanya dengan keadaan waktu itu. Anak-anak saya terpaksa di asuh oleh penumpang lain di barak yang sama. Dalam keadaan seperti itu semua sudah tak terpikirkan dengan jernih, yang ada hanya tiduran dan tak bisa mengangkat kepala karena rasa pusing yang hebat tadi serta muntah-muntah yang membuat badan terasa lemah tak berdaya. Padahal saya sudah minum obat-obat yang diberikan klinik dokter yang ada di kapal, tapi tak membantu, saya pun kembali tak bangun-bangun alias berbaring di atas matras dalam Dek kapal yang penuh sesak. Selama hampir dua hari perjalanan suami saya mau tidak mau yang mengurus anak-anak, dibantu oleh penumpang lain.
Dari mulai menyuapi makan yang sulung dan memberikan susu tambahan buat yang kecil, sampai memandikannya dan mengajaknya bermain semua membantu saya dengan sangat tulus dan terlihat sangat perhatian terhadap keluarga kecil saya.

Beberapa menit lagi kapal akan berlabuh di pelabuhan Soekarno Hatta Makassar. Saya pun mulai  terlihat sehat dan memaksakan diri untuk siap-siap turun dari kapal sambil menggendong anak saya yang kecil. Sebelum turun tak lupa saya ucapkan terima kasih untuk semua penumpang yang telah membantu saya selama mabuk laut. Sungguh semua itu adalah hal tak terduga. Jika keadaan akan begini mungkin sebelumnya saya akan mempersiapkan diri sebelum melakukan perjalanan jauh dengan membawa anak-anak balita yang benar-benar harus dalam pengasuhan yang optimal. Atau mungkin jika akan tahu seperti ini mungkin perjalanan akan saya tangguhkan dulu. Tapi manusia hanyalah mahluk yang bisa berencana, Allah SWT yang menentukan.
Nah teman, inilah pengalaman berharga yang tak akan saya lupakan yaitu, malakukan perjalanan dengan membawa balita haruslah dengan persiapan yang matang. Semoga dapat menginspirasi dari sekelumit kisah saya ini.

Salam
Ira Mulya

#ODOP
#Day 3
#Estrilook Community













Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Film-film yang Tunda Tayang di Tahun 2020

          Tahun 2020 adalah tahun yang sangat kelam. Dimana, wabah virus Corona tengah melanda seluruh belahan bumi. Meruntuhkan segala ben...