Pixabay.com |
Hidayah tidak akan pernah datang jika kita tidak menjemputnya sendiri. Atau kita harus merasakan terpuruk dulu baru bisa berubah. Namun saat ujian itu datang, baik berupa penyakit atau musibah, bagi sebagian orang, kemungkinan akan menimbulkan perasaan takut yang tiba-tiba, yakni takut dengan penyakitnya sendiri atau takut dengan kematian. Disana akan terlihat suatu perubahan dalam diri seseorang, yang awalnya seorang yang pemarah, angkuh, merasa paling wah!, diantara kerabat dan tetangganya dan jauh dari ibadah.Tapi setelah mendapat cobaan dengan datangnya suatu penyakit yang tak terduga, Ibadahnya jadi tak pernah tertinggal, rasa angkuhnya mulai berkurang, mulai menyapa tetangga dan sering menolong tanpa diminta. Semata-mata semua itu karena kuasa Allah SWT yang maha membolak-balikkan hati manusia.
Tapi, semua orang tidak akan sama takdirnya. Bersyukur kalau takdir di akhirnya baik, kalau tidak? Bahkan ada seseorang pasien di suatu rumah sakit, yang dalam keadaan sakit parah, divonis dokter dengan penyakit yang sudah menyerang seluruh organ tubuhnya 80 persen, sudah tidak dapat lagi bangun dari tempat tidur, dengan banyaknya kabel-kabel yang terhubung antara tubuhnya dan alat-alat, dengan segala aktifitas yang memerlukan bantuan, tapi terlihat begitu sabar dan ikhlas menghadapi semuanya, masih melaksanakan kewajiban sholat lima waktu walau dalam keadaan terbaring, hanya dengan isyarat dan kedipan mata, terlihat mulutnya mengucapkan doa-doa dan terus berdzikir menyebut asma Allah. Sungguh, sangat terpuji sikap yang demikian. Seolah apapun yang akan terjadi dan akan menimpanya sudah siap untuk dihadapi. Faktor kebiasaan beribadah tidak akan dapat hilang dari dirinya, karena takut akan kewajiban-kewajiban yang tertinggal. Maka dalam kondisi lemah pun masih melaksanakan ibadah. Sedangkan banyak orang-orang masih diberikan kekuatan dan tubuh sehat, terkadang dengan sengaja meninggalkan kewajibannya.
Sementara pasien yang disebelahnya terlihat dalam keadaan dan kondisi tubuh yang sama, tapi ada perbedaan rohani yang sangat jauh diantara keduanya. Bulu kuduk saya seakan merinding dibuatnya. Pasien itu merintih kesakitan, dengan keluh kesah memilukan, sekali-kali tampak mengigau dan merasa dirinya ada yang menindihnya, yang katanya tengkorak, dan ada nenek-nenek tua yang mendorongnya ke jurang, entah itu halusinasi atau memang nyata yang dialaminya. Terkadang tertawa sambil bernyanyi-nyanyi, lantas menangis. Istrinya yang selalu setia menunggu di sebelahnya terkadang dimaki-maki dan dibentak-bentak tak jelas. Padahal si istri telah membisikkan di telinganya kalimat-kalimat Allah, lalu mengaji sambil duduk diujung tempat tidurnya, tapi tak ada reaksi positif yang keluar dari bibirnya, untuk mengikuti ucapan istrinya yang telah membimbingnya dalam menyebut asma Allah, hanya matanya yang melihat kesana kemari. Duh betapa kasian hidup sang pasien itu. Apa gerangan yang telah diperbuat semasa sehatnya? Untaian doa terucap dari benak saya saat itu, semoga Allah SWT memberikan hidayah di akhir hayatnya sebelum nafas terakhirnya, karena apapun bisa terjadi atas kuasaNYA. Aamiin.
Mari kita renungkan sejenak dari kisah pendek di atas, saat saya mengunjungi salah satu keluarga di sebuah Rumah Sakit. Semoga sekelumit cerita ini bisa menjadikan pelajaran yang berharga buat semua insan manusia di dunia ini, agar selalu mengingat akan kehidupan dunia yang hanya persinggahan belaka. Tidak ada yang akan kita bawa selain amal soleh dan perbuatan yang baik.
Wassalam
#Setip Day 20
#Estrilook Community
Tidak ada komentar:
Posting Komentar