Kamis, 17 Januari 2019

Hidup aman dan damai sebagai minoritas



Bali merupakan salah satu destinasi wisata favorit didunia. Terkenal dengan keindahan alamnya yang eksotik dan kaya dengan ragam kebudayaannya yang unik dan variatif. Banyaknya wisatawan yang datang kepulau bali, menunjukkan bahwa daya tarik pulau ini begitu kuat. Hingga, dari tahun ketahun mengalami kemajuan. Baik dari segi perkembangan pariwisata, atau pertambahan penduduk. Para perantau dari berbagai daerah semakin banyak yang datang, dengan berbagai macam tujuan. Mencari lapangan pekerjaan, berbisnis, atau dipindah-tugaskan oleh Instansi tempatnya bekerja. Saya salah satu dari sekian pendatang itu.


Hidup berdomisili selama 28 tahun sebagai minoritas, awalnya memang bagaikan momok yang menakutkan. Karena saya seorang muslim, terbayang akan hidup terintimidasi dan kesulitan dalam menjalankan kewajiban saya untuk beribadah. Karena saya hidup berdampingan dengan penduduk yang mayoritas beragama hindu. Dengan perbedaan yang sangat jelas yaitu agama, suku, budaya, dan adat istiadat. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata apa yang sebelumnya saya takutkan adalah salah. Rasa khawatir dan pikiran buruk tentang banyak hal sama sekali tak terjadi. Terlebih. setelah saya mengenal dan berinteraksi dengan mereka. Pada umumnya mereka baik, hangat, dan ramah. Kami hidup bertetangga dengan sangat baik, gotong- royong dan saling menolong antara satu dengan yang lainnya. Hingga merasakan hidup dengan aman, tentram, damai, saling menghargai, menghormati dan bertoleransi.


Masyarakat bali hidup dengan sangat rukun dan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan yang diturunkan dari para leluhurnya. Gotong-royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan saling membantu adalah salah satu hal yang tidak dapat mereka pisahkan dari kehidupannya dalam bermasyarakat. Dan jika tiba waktu untuk merayakan upacara adat atau keagamaan, seluruh penduduk satu lingkungan setempat akan hadir dibale-banjar. Yaitu, tempat atau sebuah balai untuk berkumpul, dan disana mereka akan bersatu-padu mempersiapkan aneka macam sesaji-sesaji yang dibutuhkan. Masyarakat hindu bali selalu mengedepankan ritual-ritual dalam melaksanakan rangkaian upacara adat dan keagamaan. Gamelan-gamelan selalu siap ditabuh untuk melengkapi kegiatan peribadatan mereka.

Setiap anggota keluarga yang sudah dianggap dewasa dan sudah menikah, wajib hadir disana. Tampak  kelompok ibu-ibu, atau kelompok bapak-bapak, kadang muda-mudinya. Mereka punya waktu-waktu tertentu untuk berkumpul. Terkadang berkumpul bersamaan dalam satu ritual tertentu. Jika kul-kul ( sejenis kentongan khas bali ) mulai dipukul, tanda adanya pertemuan dibale-banjar, atau panggilan gotong-royong, atau pemberitahuan berita duka.

Nilai-nilai keagamaan masyarakat hindu bali, tidaklah berbeda jauh dengan nilai-nilai kebudayaannya. Pada dasarnya tidak tampak perbedaan diantara keduanya. Karena baik dari sisi agama dan dari sisi adat, saling berkaitan dan berhubungan. Artinya keduanya melalui proses yang sama, yaitu melalui ritual dan seni. Saat merayakan hari-hari besar, umat hindu terlihat berduyun duyun pergi ketempat persembahyangan, yaitu ke pura. Mereka berpakaian adat, dengan keunikan dan penuh ornamen. Perempuan dengan sanggul dan kebaya lengkap dengan aksesoris dan bunga kamboja, laki-,laki memakai udeng dan kain Kamen. Dari mulai orang tua sampai anak-anak tak ketinggalan turut serta.

Ada banyak hari raya besar di bali. Hari raya galungan, kuningan, saraswati, pagarwesi dan siwalatri. Dalam setahun bertemu dua kali hari raya. Sedangkan Hari raya Nyepi, adalah tahun baru umat hindu, dalam setahun hanya satu kali. Dan dinyatakan sebagai hari libur nasional. Serta banyak lagi hari-hari peribadatan yang lainnya. Baik didalam keluarga kecil mereka atau lingkungan satu desa mereka. Belum termasuk upacara adat yang lumayan juga banyaknya. Upacara ngaben misalnya, yaitu upacara pembakaran  mayat. Atau upacara odalan, upacara otonan, tumpek landep, bulan purnama dan tilem atau bulan mati. Tentunya ada sesaji-sesaji yang wajib dipersiapkan untuk persembahannya. Yaitu berupa bunga-bunga aneka ragam, dijadikan satu dalam sebuah tempat yang terbuat dari daun kelapa muda atau janur, buah-buahan yang disusun rapi keatas, dinaikkan diatas kepala mereka. Lalu berjalan berderet kebelakang diiringi gamelan yang ditabuh oleh para lelaki. Dan merekapun siap berangkat menuju pura. Ketika itu tidak ada yang membedakan mereka, dari ujung rambut hingga ujung kaki, terlihat sama antara satu dengan yang lainnya. Yang tampak hanyalah keindahan dan keselarasan. 

Itulah sepintas tentang kehidupan bermasyarakat dibali. Sebagai pendatang yang berbeda agama, adat dan budaya, saat ini saya tidak perlu khawatir lagi tentang kegiatan keagamaan yang saya anut, karena  saya masih bisa bebas melaksanakan ibadah saya tanpa terganggu. Pergi kepengajian atau kemesjid, atau anak-anak pergi belajar mengaji ke TPQ (Tempat Pendidikan Al-Quran) semua aman tanpa halangan dan hambatan.
Terima kasih bali, Kau bukan hanya tentang keelokkan dan keindahan alam, tapi tentang kedamaian dan keharmonisan. 

IraMulya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Film-film yang Tunda Tayang di Tahun 2020

          Tahun 2020 adalah tahun yang sangat kelam. Dimana, wabah virus Corona tengah melanda seluruh belahan bumi. Meruntuhkan segala ben...